Menguburkan
Tata-Cara Dan Waktu Memakamkan Jenazah
Menurut Sunnah
Islam menganjurkan
umatnya agar selalu ingat akan mati, Islam juga menganjurkan umatnya untuk
mengunjungi orang yang sedang sakit, menghibur dan mendoakannya. Apabila
seseorang telah meninggal dunia, hendaklah seorang dari mahramnya yang paling
dekat dan sama jenis kelaminnya melakukan kewajiban yang mesti dilakukan
terhadap jenazah, yaitu memandikan, mengkafani, mensholatkan, dan
menguburkannya.
Kaum Muslimin
telah menyetujui secara ijma ' bahwa memakamkan dan menimbun jenazah itu
hukumnya adalah fardhu kifayah. Allah Ta'ala telah berfirman:
ألم نجعل ٱلأرض كفاتا ( 25)
أحيآء وأموٲتا ( 26
Bukankah Kami
menciptakan bumi [tempat] berkumpul, (25) orang-orang hidup dan orang-orang
mati? (26)
1. Waktu-Waktu
memakamkan Jenazah
Waktu malam hari . Jumhur ulama berpendapat
bahwa menguburkan di waktu malam itu sama saja halnya dan tak ada ubahnya
dengan di waktu siang.
Rasulullah saw. telah menguburkan seorang laki-laki yang biasa berdzikir di
waktu malam dengan secara keras. Begitupun Ali menguburkan Fathimah Ra . di
malam hari. Dan Abu Bakar , Utsman, 'Aisyah dan Ibnu Mas'ud juga dikuburkan
pada malam hari. Tapi menguburkan di waktu malam itu diperbolehkan hanyalah
bila tidak berakibat hilangnya suatu pun dari hak mayat dan menyalatkannya.
Jika hak itu sampai ketinggalan, dan penyelesaiannya tidak sempurna, maka agama
melarang dan tidak menyukai menguburkannya di waktu bahkan hari. Dan
diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah dari Jabir ra .: " Janganlah kamu
menguburkan mayatmu di malam hari, kecuali jika engkau dalam keadaan terpaksa.
"
Memakamkan waktu terbit, waktu istiwa 'dan
terbenamnya matahari. Para
ulama sependapat bahwa jika dikhawatirkan membusuknya mayat, maka bisa
dikuburkan pada ketiga waktu ini tanpa dimakruhkan. Tapi jika tak ada
kekhawatiran mayat itu akan berubah, maka menurut jumhur dapat menguburkannya
pada waktu-waktu tersebut . Adapun jika disengaja, maka hukumnya menjadi
makruh. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan Ash-habus
Sunan dari 'Uqbah , katanya: "Ada tiga saat yang pada waktu itu kami
dilarang oleh Nabi saw. buat melakukan shalat atau menguburkan mayat, yaitu
tepat waktu terbitnya matahari sampai ia naik, ketika tepat tengah hari sampai
ia tergelincir dan ketika hampir terbenamnya matahari sampai ia terbenam.
"
2. Sunnah-Sunnah
Dalam Menguburkan Jenazah
Memperdalam kubur. Tujuan menguburkan mayat adalah untuk
menutupinya dalam sebuah lobang agar tidak menyebarkan bau dan untuk menjaganya
dari binatang buas dan burung-burung. Maka jika tujuan ini telah terpenuhi,
namun cara dan bentuknya, berarti lepaslah tugas dan bebas kewajiban. Hanya
seyogianya kubur itu didalamkan sampai setinggi tegak , berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Nasa'i dari Hisyam bin 'Amr dan juga oleh Turmudzi yang
menyatakan sahnya, katanya : "Kami mengadu kepada Rasulullah saw. di waktu
perang Uhud: 'Ya Rasulullah, sulit bagi kami untuk menggali kuburan buat
masing-masing mayat '. Maka Nabi saw. bersabda:' Buat galian, dalamkan,
rapikan, dan tanamlah dua atau tiga orang dalam satu kuburan '! Tanya
orang-orang itu:' Siapakah yang akan kami usahakan, ya Rasulullah '? Ujarnya:'
Dahulukan lah yang lebih banyak hafal akan Al-Qur'an '. Dan bapakku termasuk
salah seorang yang ditanamkan dalam sebuah kuburan yang memuat tiga jenazah.
"
Menghadapkan mayat ke arah kiblat, mendoakannya dan melepaskan tali-tali
kain kafan : Menurut sunnah yang terjadi, harus mayat itu dibaringkan dalam
kuburnya pada sisi yang kanan, dengan mukanya ke arah kiblat. Dan orang yang
menaruhnya harus membaca: "Bismillah wa 'alaa millati (sunnati)
Rasulullah" Artinya: Dengan nama Allah, dan menuruti agama (sunnah)
Rasulullah. "Dan sementara itu harus diuraikannya tali temali kafan.
diterima dari Ibnu Umar, katanya: " Bahwa Nabi saw. bila meletakkan mayat
ke dalam kubur, ia mengucap: 'Bismillah, wa ala millati Rasulullah' atau 'wa'
alaa - sunnati Rasulullah '. " (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud,
Turmudzi dan Ibnu Majah, juga oleh Nasa'i baik secara musnad maupun mauquf ).
Menyapu kubur dengan telapak tangan tiga
kali . Disunatkan bagi
orang yang menyaksikan pemakaman mayat, buat menyapu makam dari arah kepala
mayat sebanyak tiga kali. Berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah : "Bahwa Nabi saw. menyalatkan satu jenazah, kemudian mendatangi
kuburnya dan menyapunya dari arah kepala sebanyak tiga kali."
Berdo'a bagi mayat selesai dimakamkan . Disunatkan memohonkan ampun bagi mayat
dan minta dikuatkan pendiriannya setelah ia selesai dimakamkan, karena pada
saat itu ia sedang dalam kubur. Diterima dari Utsman katanya: "Bila
selesai menguburkan mayat, Nabi saw. berdiri di depannya dan bersabda:
"Mohonkanlah ampun bagi saudaramu, dan mintalah dikuatkan hatinya, karena
sekarang ini ia sedang ditanya." (Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Hakim
yang menyatakannya sah, juga oleh Bazzar yang mengatakan: " Tak ada
riwayat lain dari Nabi saw. kecuali dari jalan ini. " ) Dan diriwayatkan
oleh Razin dari Ali, bahwa setelah selesai menguburkan mayat itu biasa berdoa
" - Ya Allah, ini adalah hamba-Mu yang datang berdiam kepda-Mu, dan Engkau
adalah sebaik-baik tempat berdiam, maka ampunilah dia dan lapangkanlah
tempatnya! " Ibnu Umar menganggap sunah membaca awal surat Al-Baqarah dan
akhirnya di kubur selesai mayat dimakamkan. ( Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan
sanad yang hasan.)
Disunnahkan
membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari
keempat sudut usungan.
Disunnahkan
menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para
pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan
atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.
Para
pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan
mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang
buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang
kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang
lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita
(non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam
“Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah
liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada
bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah
liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf
U memanjang).
- Jenazah siap untuk
dikubur. Allahul musta’an.
- Jenazah diangkat
di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.
- Jenazah
dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari
arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika
tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
- Petugas yang
memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA
MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang
kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Disunnahkan
membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi
miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan
kedua kaki.
- Tidak perlu
meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada
dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali
bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah
dijelaskan.
- Setelah jenazah
diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan
kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
- Lalu sela-sela
batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang
masuk sekaligus untuk menguatkannya.
- Disunnahkan bagi
para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur setelah
jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas
jenazah tersebut.
- Hendaklah
meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
- Kemudian
ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah
ini terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil”
II/206). Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya
menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan. Dan
diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya.
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal
tersebut. (HR. Muslim)
Kemudian
pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan
dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya
dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah
selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan
kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi
sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Wallahu
a’lam bish-shawab.
3. Penguburan
Dalam Kondisi Darurat
Memakamkan beberapa mayat dalam satu liang
kubur. Menanam beberapa
mayat dalam satu liang hukumnya dimakruhkan , kecuali jika hal itu mengalami
kesulitan, misalnya karena banyaknya mayat, sedikitnya yang menyelenggarakan
penguburan atau lemahnya fisik mereka. Maka dalam kondisi seperti ini, bisa
menanam beberapa mayat dalam satu liang. Berdasarkan hadits yang lalu yang
diriwayatkan oleh Ahmad, juga oleh Turmudzi yang menyatakan sahnya, artinya:
" Orang-orang Anshar datang mendapatkan Nabi saw. waktu perang Uhud, kata
mereka: 'Ya Rasulullah, kita telah letih dan banyak yang luka-luka, bagaimana
seharusnya kami lakukan menurut Anda? Ujarnya: "Galilah kubru-kubur yang
dalam dan lebar dan tanam dua atau tiga mayat dalam satu liang 'Tanya mereka pula:"
Siapakah yang harus kami dahulukan'? Ujarnya: 'Yang lebih banyak hafal
Al-Qur'an'. " Dan diriwayatkan pula oleh Abdur-Razak dari Wasilah bin Asqa
' dengan sanad yang hasan: " Bahwa pernah seorang laki-laki dan seorang
wantia dikuburkan di satu liang, pertama dimasukkan laki-laki, kemudian di
belakangnya wanita,
Mayat ditengah
laut. Berkata direktur buku Al Mughni : " Jika ada yang meninggal di kapal
di tengah laut, maka menurut Ahmad ra harus tertunda penguburannya jika
diharapkan ada tempat di darat yang dapat dicapai dalam waktu sehari-dua,
selama tidak dikhawatirkan rusaknya mayat. Jika tak ada tempat itu harus mayat
dimandikan, dikafani, dibalsam dan dishalatkan, kemudian diberati dengan
sesuatu benda lalu dijatuhkan ke air. Juga ini merupakan pendapat 'Atha' dan
Hasan . Kata Hasan : "Dimasukkan ke dalam karung lalu dijatuhkan ke
laut."
Menurut Syafi'i ,
dikebatkan mayat itu antara dua bilah papan agar dibawa ombak ke tepi pantai.
Mungkin ia ditemukan oleh orang-orang yang akan menguburkannya di darat. Tetapi
jika ia dijatuhkan ke laut saja, maka tidaklah berdosa.
Pendapat pertama
lebih utama, karena dengan demikian maksud menutupi mayat yang hendak dicapai
dengan menguburkannya telah berhasil. Beda halnya dengan mengikatkannya pada
papan, karena akan menyebabkan busuk atau rusak. Dan mungkin pula mayat itu
akan terdampar di pantai, dalam kondisi memalukan dan telanjang, atau siapa
tahu jatu ke tangan orang-orang musyrik. Allahu a'lam
Semoga artikel ini
bermanfaat kepada kita yg senantiasa belajar tentang agama islam ini dan di
rahmati ALLAH SWT.
Untuk mengakhiri ini kita membaca HAMDALAH
Terimakasih telah berkunjung semoga kita adalah
orang-orang yg selalu berada dijalan yg lurus. aaamin ya rabbal alamin
0 komentar